Selamat Datang

Terima kasih sudah mau berkunjung ke blog ini. Semoga isinya dapat membantu Anda dan bermanfaat.

Selasa, 30 Oktober 2012

PADI SIAM MUTIARA



Di lahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan, lebih dari 70% pertanaman padi ditanami dengan berbagai varietas lokal. Di antara varietas lokal yang populer dan banyak ditanam petani adalah varietas Siam Mutiara. Varietas ini memiliki keunggulan masing-masing, baik dari sebaran adaptasi pertanaman maupun dari keunggulan potensi hasilnya. Siam Mutiara menyebar luas di sawah pasang surut sulfat masam dengan tipe luapan B/C di Kabupaten Barito Kuala.
       
Pada tahun 1990 petani di daerah Anjir Seberang Pasar II, Kabupaten Barito Kuala, yaitu Haji Asnawi menanam varietas local Siam Unus Kuning dengan luasan beberapa borong. Di dalam penanaman tersebut muncul varietas local (campuran varietas lain) dengan cirri-ciri warna gabah kuning, jerami bersih bentuk gabah ramping dengan ujung gabah agak kuning, berbunga seragam, matang serempak tinggi tanaman merata serta malai kelompok/menggumpal namun umurnya sedikit lebih lama dibandingkan dengan Siam Unus Kuning yang kemudian disebut Siam Palut.
            Varietas Siam Palut ini ditanam pula oleh penangkar benih, Haji Syamsi Bahrun, seluas dua borong (578 m2), yang selanjutnya meluas menjadi 1 ha. Seleksi secara turun temurun dilakukan oleh penangkar benih untuk dijadikan sebagai benih. Hasil panen ini kemudian ditanam lagi seluas 3 ha. Sampai tahun 2000 penanaman Siam Palut menyebar ke seluruh Desa Anjir Seberang Pasar II dengan luas tanam 65 ha. Informasi keunggulan Siam Palut ini menyebar sampe ke petani sekitar. Karena berasnya putih bersih sampai seperti mutiara, sehingga sampai tahun 2007 penanaman menjadi seluas 250 ha. Perkembangan luas tanaman tersebut kebeberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Barito Kuala. Nama Siam Palut  ini oleh petani dan pedagang beras/penggilingan padi diganti dengan Siam Mutiara, karena berasnya putih bersih seperti mutiara.
Siam Mutiara memiliki keunggulan hasil tinggi (4,80 Vha GKG), wama gabah kuning bersih, wama beras jemih bening dan mengkilap seperti mutiara, dan kadar karbohidrat 48,88%. Varietas Siam Mutiara cocok untuk penderita diabetes karena kadar karbohidratnya yang rendah. Kedua varietas menunjukkan pertumbuhan seragam, waktu berbunga merata dan matang serempak, mulai matang hampir tanpa butir-butir hijau, dan persentase gabah isi tinggi. Nilai ekonomi varietas ini lebih tinggi dari pada varietas lokal lainnya, dengan rasa nasi yang disukai oleh masyarakat di Kalimantan Selatan. Kedua varietas ini telah terdaftar di Kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan telah diseminarkan pada sidang pelepasan varietas tanaman pangan yang dilaksanakan oleh Badan Benih Nasional.

NOFIANUR ELFERIANTO (J1C109207)

KANTONG SEMAR (Nepenthes L.)


  

Kerajaan           : Plantae
Divisi                : Magnoliophyta
Kelas                : Magnoliopsida
Ordo                 : Caryophyllales
Famili               : NepenthaceaeDumort.
Genus                    : Nepenthes L.


Habitat Kantong semar
Kantong semar hidup ditempat-tempat terbuka atau agak terlindung yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara cukup tinggi. Tanaman ini hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kantong semar dataran rendah, menengah dan dataran tinggi.
KeunikanKantongSemar
Kantong semar mempunyai bentuk yang menjalar, tinggi dari spesies tertentu dapat  mencapai 10 meter, sedangkan yang lainnya hanya sekitar 30 – 50 cm dengan berbagai bentuk dan warna bunga tergantung spesies, seperti misalnya bentuk panjang langsing, gendut mirip periuk, bentuk kendi dengan warna bermacam-macam seperti warna hijau polos, merah bersemburat, putih bercak merah atau kuning kemerahan. Keunikan yang dimiliki kantong semar terdapat pada kantongnya. Kantong-kantong tersebut menjadi perangkap bagi serangga seperti lalat, semut dan lainnya. Sebenarnya kantong yang muncul pada setiap jenis kantong semar adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Cara ini dilakukan untuk mempertahankan hidup dari berbagai ancaman binatang.

Manfaat Kantong Semar
Dahulu tanaman ini hanya dipandang sebagai tanaman unik dan eksklusif, namun seiring dengan perkembangan zaman tanaman ini lebih jauh dilirik orang karena manfaat yang  dimiliki cukup banyak. Banyak daerah-daerah tertentu meyakini bahwa air yang tersimpan dalam kantong dapat dipakai sebagai obat pencegah ngompol bagi balita caranya yakni dengan  menuangkan  sebahagian air diatas kepala bayi dan siasanya diminumkan ke bayi tersebut. Juga beberapa daerah menyakini bahwa air dalam kantong akan memperlancar proses persalinan ibu yang akan melahirkan, air yang digunakan berasal dari kantong yang belum terbuka.
Selain hal-hal yang telah disebutkan, tersebut diatas kantong semar memiliki fungsi yang tak kalah penting, diantaranya : 
1.          Sebagai Indikator Iklim
Jika pada suatu kawasan atau areal di tumbuhi oleh Nepenthes, berarti tingkat curah hujan cukup tinggi, kelembabannya diatas 75% dan tanahnya miskin unsur hara.
2.     Tumbuhan obat
Cairan dari kantong yang masih tertutup, digunakan sebagai obat batuk.
3.      Sumber Air Bagi Petualang
Bagi para pendaki gunung yang kehausan kantong semar merupakan sumber air yang layak minum PH-nya netral (6-7), tetapi air yang bias diminum adalah yang berada dalam kantong yang masih tertutup, karena kantong yang terbuka sudah terkontaminasi dengan jasad serangga yang masuk ke dalam. Jika kantong sudah terbuka PH air didalamnya 3 dan rasanya menjadi masam.
4.      Sebagai Pengganti Tali           
Batang kantong semar ini bisa di gunakan sebagai pengganti tali untuk pengikat barang.
Dari segi estetika, maka tanaman Kantong Semar ini banyak diminati para pencinta tanaman hias, apalagi bentuknya yang unik, warna yang menarik, mudah tumbuh  yang akan menambah koleksi tanaman hias langka bagi para pencinta tanaman hias.


RATNA YULIANI (J1C107070)

RAMBAI


1.                  Ekologi (habitat, penyebaran, keanekaragaman, jenis kelimpahan, kepadatan, frekuensi, dominansi)
Pohon rambai masuk kedalam suku Baccaurea, merupakan pohon yang hidup liar dan biasanya tumbuh didaerah mangrove. Selain itu tanaman rambai ini juga cukup adaptif di daerah lahan rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa lebak. Tumbuhan ini tersebar melimpah didaerah Pulau Kaget yang merupakan salah satu objek wisata kawasan hutan di kabupaten Barito Kuala. Pulau ini adalah sebuah delta yang terletak didekat muara Sungai Barito dan merupakan habitat bagi monyet berhidung panjang atau oleh penduduk setempat disebut dengan kera belanda/bekantan (Nasalis larvatus).
Rambai merupakan tumbuhan yang hidup liar dan dapat dijumpai di beberapa pekarangan rumah warga yang sengaja menanamnya di Kalimantan Selatan. Pada pengamatan yang dilakukan oleh Balai KSDA V tahun 1990, pohon rambai merupakan jenis pohon paling dominan yang tumbuh di pulau Kaget, yaitu dengan Indeks Nilai Penting (INP) 45,1898%. Pada tahun 1995, terjadi penurunan jumlah populasi pohon rambai akibat adanya peranggasan. Dari waktu kewaktu jumlah pohon yang meranggas semakin bertambah.
Berkurangnya populasi pohon rambai ini, selain akibat peranggasan juga akibat terganggunya habitat aslinya di Sungai Barito. Akibat banyaknya industri di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang membuang limbah industrinya ke sungai Barito, maka hal ini juga mempengaruhi fisiologi dari tambai. Selain itu akar rambai juga terganggu karena dipotong oleh masyarakat untuk diolah menjadi bonggol kok dan tutup botol. Pernafasan oleh akar terhambat karena adanya penutupan oleh eceng gondok dan lumpur yang semakin menumpuk. Rambai tidak mampu bersaing dengan tumbuhan bawah air untuk memperoleh unsur hara.
Rambai yang sekarang ada di pulau Kaget sudah berumur tua peregenerasian tampaknya tidak normal. Di cagar alam ditemukan 51,05% populasi rambai tingkat semai, 1,81% tingkat pancang, 1,70% tingkat tiang, dan sekitar 45% rambai yang berumur 20 tahun ke atas. Semua rambai tingkat semai ini pun hanya tumbuh di tepi cagar alam yang langsung berbatasan dengan air Sungai Barito.
Pada tahun 2004, keadaan pulau Kaget mulai kembali menghijau. Walaupun belum kembali seperti semula, dipenuhi dengan tanaman rambai yang besar, namun terdapat lebih dari 20 pohon rambai berdiameter di atas 20 cm. Rambai-rambai yang 8 atau 9 tahun lalu masih berada pada tingkat semai kini tumbuh dan berkembang ketingkat pancang (tinggi lebih dari 1,5 meter) atau tingkat tiang (berdiameter sekirat 10 cm.

1.                  Morfologi (bentuk, warna, rasa)
Rambai merupakan tanaman keras atau tahunan (paranual) berupa pohon (arbor), tinggi 10-20 m. Memiliki daun tunggal dengan bentuk memanjang. Buah lebat dan tertata dalam bentuk tangkai, memiliki ukuran diameter 2 sampai 5 cm dan bunganya tersusun majemuk seperti rantai, berbentuk bulat dengan kulit agak seperti beludru dengan warna kuning atau coklat muda, berisi 3 sampai 5 biji yang terbungkus oleh daging buah. Daging buah rambai berwarna putih bening, berair, dengan rasa manis dan ada beberapa yang sedikit asam atau kecut. Biji gepeng dan kecil yang lengket dengan daging buah.
Anatomi (struktur tumbuhan)
Rambai merupakan pohon dengan tinggi 9-12 m dan tajuk pohon yang lebar. Daunnya hijau mengilap di permukaan atas (ventral) dan agak kecoklatan serta sedikit bermiang di sisi bawah. Daun dapat berukuran hingga 33 cm panjang dan 15 cm lebar. Tumbuhan ini berumah dua (dioecious), sehingga dikenal tumbuhan jantan dan tumbuhan betina. Bunganya harum dan bermahkota kuning. Benang sarinya dapat mencapai panjang 15 cm dan putiknya bahkan 75 cm.

2.                  Fisiologi (Metabolit sekunder)
Seperti halnya tumbuhan Baccaurea yang dikenal dengan banyak khasiat, rambai juga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan obat alami, khususnya antibakteri. Misalnya genus lain dari Baccaurea, yaitu Baccaurea racemosa Muell. Arg yang diketahui mengandung sejumlah senyawa metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid dan tanin pada kulit batang dan daunnya yang juga mengandung alkaloid. milZ� ie80 H, an","serif"'>
Pada tahun 2004, keadaan pulau Kaget mulai kembali menghijau. Walaupun belum kembali seperti semula, dipenuhi dengan tanaman rambai yang besar, namun terdapat lebih dari 20 pohon rambai berdiameter di atas 20 cm. Rambai-rambai yang 8 atau 9 tahun lalu masih berada pada tingkat semai kini tumbuh dan berkembang ketingkat pancang (tinggi lebih dari 1,5 meter) atau tingkat tiang (berdiameter sekirat 10 cm.

SILVIA MAWAR (J1C109053)

KALANGKALA (Litsea angulata)


Kalangkala (Litsea angulata) merupakan salah satu spesies dari Genus Litsea yang termasuk ke dalam family Lauraceae. Kalangkala dapat hidup di daerah tropis dan subtropis hingga ketinggian 300 m. Tumbuhan ini tersebar di Peninsular Malaysia (Sarawak dan Sabah), Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur, Moluccas, dan New Guinea (Slik , 2006 dalam Dalena, 2010).
Buah Kalangkala ini merupakan salah satu buah yang menjadi kekayaan alam bumi Kalimantan yang termasuk buah langka. Mungkin buah ini tidak cukup familiar di telinga anak muda sekarang. Apalagi mereka yang merupakan masyarakat pendatang atau anak yang lahir di perkotaan.
Di dalam klasifikasi tumbuhan, Kalangkala tergolong ke dalam super divisi Spermatophyta (Tumbuhan biji), sub divisi Mangnoliophyta (Tumbuhan berbunga), kelas Mangnoliopsida (Tumbuhan berkeping dua / dikotil) dan sub kelas Mangnoliidae. Tanaman ini tergolong kedalam tanaman keras/tahunan (paranual), berupa pohon (arbor), tinggi 10 – 20 m. Percabangan jarang tidak terlalu rapat. Daun tunggal, besar, bentuk memanjang. Buah berbentuk bulat, kulit buah lunak, separoh buah ditutup oleh kelopak buah yang keras berwarna hijau. Kulit buah muda hijau, berangsur-angsur merah kalau matang. Daging buah lunak, berwarna putih. Biji berbentuk bundar, keras berwarna coklat.
Walaupun pohon kalangkala ini berbatang besar kalau sudah tua, tapi batangnya ternyata rapuh terutama pada dahannya. Saya terus terang takut juga kalau manjat dan menjejakkan kaki saya di dahan dan cabang pohon kalangkala ini.
Cara mengolah buah kalangkala sangat sederhana. Kalangkala dicuci hingga bersih. Kemudian cukup direndam dengan air hangat (± 60 derajat celcius) serta ditaburi garam secukupnya. Direndam minimal selama satu jam sebelum dihidangkan tatapi semakin lama proses perendaman rasa dari buah kalangkala semakin nikmat, permentasi buah kalangkala ini dipercaya oleh orang Banjar dapat meningkatkan nafsu makan. Warna daging yang tadinya hijau akan berubah merah muda saat matang. Dengan demikian kalangkala sudah siap disantap. Sebagian masyarakat Kalimantan Selatan juga menggunakan biji buah kalangkala secara tradisional sebagai obat bisul. Karena bisul diakibatkan oleh bakteri, sehingga biji kalangkala diduga memiliki aktivitas biologi sebagai antibakteri. Keaktifan ini kemungkinan disebabkan karena biji kalangkala mengandung komponen metabolit sekunder. Penelitian terakhir menemukan bahwa kalangkala mengandung komponen kimia yakni alkaloid dan tanin. Alkaloid dan tanin yang bersifat stimulan terhadap tubuh manusia.(Haryo,2009)

WAHYUNAH (J1C109061)

KELAKAI (Stenochlaena palustris)


Klasifikasi :
Domain           : Eukaryota

Kingdom         : Plantae
Divisio             : Pteridophyta
Phylum            : Tracheophyta 
Subphylum      : Euphyllophytina 
Infraphylum    : Moniliformopses

Class                : Filicopsida 
Ordo                : Filicales

Family             : Blechnaceae
Genus              : Stenochlaena 
Spesises           : Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd.


Pengertian :
Kelakai merupakan tanaman jenis paku-pakuan yang biasa ditemukan di daerah rawa. Tumbuhan paku dalam hidupnya dapat bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan gemmae dan reproduksi seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina. Dalam siklus hidup (metagenesis) terdapat fase sporofit, yaitu tumbuhan paku sendiri. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya. Memiliki klorofil sehingga cara hidupnya hidupnya fotoautotrof.

Anatomi :
Epidermis tumbuhan paku mempunyai lapisan kutikula.  Baik pada akar, batang, dan daun, secara anatomi sudah memiliki berkas pembuluh angkut, yaitu xilem yang berfungsi mengangkut air dan garam mineral dari akar menuju daun untuk proses fotosintesis, dan floem yang berfungsi mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Memiliki trakeida dan berkayunya dinding-dinding trakeida, menambah kekuatan untuk mendukung tunas-tunas, sehingga tumbuhan paku berlainan dengan lumut (Tjitrosoepomo, 2009).

Morfologi :
Kelakai merupakan paku tanah, yang memiliki panjang 5-10 m dengan akar rimpang yang memanjat tinggi, kuat, pipih, persegi, telanjang atau bersisik kerapkali dengan tubas yang merayap, tumbuhnya secara perlahan atau epifit dengan akar utama berada di tanah. Daun kelakai menyirip tunggal, dan dimorph. Tangkai daun tumbuhan kelakai berukuran 10-20 cm, yang cukup kuat. Daunnya steril, 30-200 x 20-50 cm, kuat, mengkilat, gundul, yang muda kerap kali berwarna keungu-unguan; anak daunnya banyak, bertangkai pendek, berbentuk  lanset, dengan lebar 1,5-4 cm, meruncing denan kaki lacip baji atau membulat, kedua sisi tidak sama, diatas kaki begerigi tajam dan halus, yrat daun berjarak lebar, anak daun fertil lebarnya 2-5 mm (Hessler et al., 2000).
(Sutomo dkk, 2010)

Fisiologi :
Kandungan metabolit sekunder tanaman kelakai yakni hasil pengukuran sampel daun dan batang yaitu untuk kadar air 8,56% dan 7,28%, kadar abu 10,37% dan 9,19%, kadar serat kasar 1,93% dan 3,19%, kadar protein 11,48% dan 1,89%, kadar lemak 2,63% dan 1,37%. Hasil analisis mineral Ca lebih tinggi di daun dibandingkan batang yaitu 182,07 mg per 100 g, demikian pula dengan Fe tertinggi 291,32 mg per100 g. Hasil analisis vitamin C tertinggi terdapat di batang 264 mg per 10 g dan vitamin A tertinggi terdapat di daun 26976,29 ppm. Kandungan fitokimia flavonoid, alkaloid dan steroid tertinggi terdapat pada batang ,sebesar 3,010%, 3,817% dan 2,583%. Senyawa bioaktif yang paling dominan adalah alkaloid. Berdasarkan hasil analisis, Kalakai dapat dijadikan pangan fungsional (Maulidya dkk., 2006).

Ekologi :
Kelakai hidup di daerah  tanah  gambut, air tawar dan  hutan belukar. Tanaman tersebut banyak dijumpai di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki struktur tanah  gambut. Habitat tanaman kelakai ini memang di daerah yang basah dan tergenang (Sutomo dkk, 2010). Tanaman cukup mudah berkembang dan bila dibiarkan akan menutupi area yang cukup luas.
Cara penyebaran kelakai dengan tunas dan sulur serta spora.

Fungsi:
Tanaman ini memiliki banyak khasiat, seperti antidiare. Selain itu, juga dipercayai oleh masyarakat Dayak sebagai obat penambah darah serta obat awet muda. Tidak lupa juga, pucuk muda kelakai ini adalah bahan masakan yang cukup lezat. Menariknya, tumbuhan yang kerap dijadikan sayur itu memiliki manfaat unik. Kalakai ternyata dapat menunda proses penuaan manusia. Berdasarkan studi empirik, diketahui bahwa kalakai dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah untuk mengobati anemia, pereda demam, mengobati sakit kulit, serta sebagai obat awet muda (Sutomo dkk., 2010).

Manfaat pengelolahan :
Dalam kehidupan sehari-hari, tumbuhan paku juga berperan dalam kehidupan, antara lain:
a. Sebagai tanaman hias,.
b. Sebagai tanaman obat,
c. Sebagai bingkai dalam karangan bunga.
d. Sebagai pupuk hijau.
e. Sebagai sayuran, 



MIFTAHUL JANNAH (J1C109042) 

RUMBIA (Metroxylon sagu)


Taksonomi :
Kerajaan          :Plantae
Divisi:               :Magnoliophyta
Kelas                :Liliopsida 
Ordo                :Arecales
Famili                :Arecaceae
Genus               :Metroxylon
Spesies             :Metroxylon sagu

Tanaman Rumbia (Metroxylon sagu) merupakan salah satu komoditi bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan makanan pokok untuk beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Irian Jaya dan sebagian Sulawesi. Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan seperti bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk dan laksa

MORFOLOGI
Rumbia merupaka jenis pohon palma yang merumpun, dengan akar rimpang yang panjang dan bercabang-cabang, tinggi tajuk 10 m atau lebih dan diameter batang mencapai 60 cm. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang hingga 7 m, dengan panjang anak daun lk. 1.5 m; bertangkai panjang dan berpelepah. Sebagaimana gebang, rumbia berbunga dan berbuah sekali (monocarpic) dan sudah itu mati. Karangan bunga bentuk tongkol, panjang hingga 5 m. Berumah satu (monoesis), bunga rumbia berbau kurang enak. Rumbia berbunga dan berbuah sekali (monocarpic) dan sudah itu mati. Karangan bunga bentuk tongkol, panjang hingga 5 m. Berumah satu (monoesis), bunga rumbia berbau kurang enak Rumbia menyukai tumbuh di rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan tanah bencah lainnya, di lingkungan hutan-hutan dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 700 m dpl. Pada wilayah-wilayah yang sesuai, rumbia dapat membentuk kebun atau hutan sagu yang luas.

FISIOLOGI
Buah rumbia adalah buah yang banyak mengandung zat kimia dan seperti  tannin  yang diduga yang mmpunyai rasa sepat. Tannin tidak hanya pada buah nya saja tetapi ada juga pada kulitnya. Selain itu buah ini juga mengandung karbohidrat. Karbohidrat disini adalah rasa manis yang ada pada saat buah sudah matang. Selain dari itu buah rumbia juga mengandung asam. Kandungan asam pada buah ini paling banyak pada saat buah tersebut belum matang. Senyawa tanin mempunyai manfaat yaitu sebagai obat anti diare dan juga anti bakar. Tanin tidak hanya menyembuhkan luka bakar, tetapi dapat memngentikan pendarahan juga sebagai penghenti infeksi sementara. Kemanpuan tannin untuk membemtuk lapisan pelindung diatas jaringan yang terbuka menjaga luka dari infeksi.

EKOLOGI DAN PENYEBARAN
Rumbia menyukai tumbuh di rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan tanah bencah lainnya, di lingkungan hutan-hutan dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 700 m dpl. Pada wilayah-wilayah yang sesuai, rumbia dapat membentuk kebun atau hutan sagu yang luas. Kini rumbia telah meliar kembali di banyak tempat. Rumbia menyukai tumbuh di rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan tanah bencah lainnya, di lingkungan hutan-hutan dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 700 m dpl. Pada wilayah-wilayah yang sesuai, rumbia dapat membentuk kebun atau hutan sagu yang luas.

MANFAAT
Tanaman  rumbia mempunyai banyak bagi kebuthan hidup yaitu dari empulur batangnya dihasilkan tepung sagu, yang merupakan sumber karbohidrat penting bagi warga kepulauan di bagian timur Nusantara. berbagai rupa makanan pokok dan kue-kue dibuat orang dari tepung sagu ini. Sagu dipanen tatkala kuncup bunga (mayang) telah keluar, namun belum mekar sepenuhnya. Umur panenan ini bervariasi menurut jenis kultinya, yang tercepat kira-kira pada usia 6 tahun. Daun tua dari pohon yang masih muda merupakan bahan atap yang baik; pada masa lalu bahkan rumbia dibudidayakan (dalam kebon-kebon kiray) di sekitar Bogor dan Banten untuk menghasilkan atap rumbia ini. Dari helai-helai daun ini pun dapat dihasilkan semacam tikar yang disebut kajang. Daun-daunnya yang masih kuncup (janur) dari beberapa jenisnya dahulu digunakan pula sebagai daun rokok, sebagaimana pucuk nipah. Umbutnya, dan juga buahnya yang seperti salak, dimakan orang. Buah ini memiliki rasa sepat, sehingga untuk menghilangkan kelatnya itu buah rumbia biasa direndam dulu beberapa hari di lumpur atau di air laut sebelum dikonsumsi. Tempayak dari sejenis kumbang, yang biasa hidup di batang dan umbut rumbia yang mati, disukai orang -dari Jawa hingga Papua- sebagai sumber protein dan lemak yang gurih dan lezat. Penggunaan rumbia sebagai obat di antaranya obat bisul, yaitu dengan memotong pelepahnya sehingga mengeluarkan getah kemudian ditampung dalam sebuah mangkuk atau piring kecil dan dicampur kapur sirih secukupnya. Setelah tercampur rata, maka dioleskan pada bisul.

MAHRIANI (J1C109018)

KELADI (Caladium)



Keladi adalah tumbuhan jenis terna. Berdaun lebar dan berumbi. Keladi ada yang bias dimakan dan adapula yang tidak bias dimakan. Daun keladi tipis seperti kertas, bentuk seperti mata panah, warna daun bermacam-macam. Tanaman ini termasuk jenis tanaman hias daun yang populer. Tanaman ini cocok untuk di dalam maupun di luar ruangan.

Ada 3 tipe daun Keladi :
* C. bicolor = C. hortulanum terdiri dari Candidum warna daun putih dengan tulang daun hijau, Seagull warna daun hijau dengan tulang daun hijau tua, Pink blush warna daun merah muda, hijau tua dan merah tua, John Peel warna daun dikelilingi warna oranye, merah dan hijau.
*C.humboldtii,lebih mudah tumbuh, ukuran lebih kecil.
* C. picturatum, daun panjang dan sempit berwarna hijau dengan tulang daun putih
            Keladi merupakan sekelompok tumbuhan dari genus Caladium (sukutalas-talasan, Araceae). Dalam bahasa sehari-hari keladi kerap juga dipakai untuk menyebut beberapa tumbuhan lain yang masih sekerabat namun tidak termasuk Caladium, seperti talas (Colocasia). Keladi sejati jarang membentuk umbi yang membesar. Asal tumbuhan ini dari hutan Brazil namun sekarang tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Penciri yang paling khas dari keladi adalah bentuk daunnya yang seperti simbol hati/jantung. Daunnya biasanya licin dan mengandung lapisan lilin.Ukuran keladi tidak pernah lebih daripada 1m.Beberapa jenis dan hibridanya dipakai sebagai tanaman hias pekarangan.
        Semua bagian keladi beracun dan tidak boleh dikonsumsi. Walaupun demikian, penggunaannya sebagai tanaman hias cukup luas. Tumbuhan ini sudah ditangkarkan dan dimuliakan sejak akhir abad ke-18 di Eropa. Terutama C.bicolor telah mengalami banyak perubahan sifat menjadi berdaun warna-warni. Terdapat pula kultivar yang katai. Paling tidak terdapat 120 kultivar C. bicolor. Terdapat pula persilangan antar spesies dengan C. burgkii untuk mendapatkan helai daun yang bergelombang. Keladi dapat memunculkan anakan dan dari sini dapat dikembangkan tumbuhan baru. Ia juga dapat tumbuh dari kormus yang terdapat di tanah.
            Salah satu tanaman yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit kanker adalah Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme). Mekanisme keladi tikus mengatasi sel kanker itu selain mampu memblokir perkembangan sel sel kanker dan tumor juga sekaligus meningkatkan stamina penderita kanker itu. Riset membuktikan bahwa keladi tikus sebagai anti kanker. Daya hambat ekstrak air dan etanol keladi tikus terhadap aktivitas tirosin kinase. Enzim tirosin kinase mempengaruhi perkembangan sel-sel kanker di tubuh manusia. Daya hambat ekstrak etanol dan air panas berkonsentrasi 700 ppm melebihi daya hambat genistein-senyawa antikanker. Sedangkan ekstrak keladi tikus dengan air demineralisasi menghambat 76,10% enzim tirosin ; daya hambat genistein cuma 12,89%. Adanya daya hambat itu menunjukan keladi tikus berpotensi sebagai anti kanker.Riset itu sejalan dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan ekstrak natrium klorida daun keladi tikus mengandung Ribosom Inactivating Proteins (RIPs).
Dalam penelitian itu DNA plasmid (pUC18) diinkubasikan dengan sejumlah protein dari ekstrak daun Typhonium flagelliforme pada suhu kamar selama 1 jam. Ekstrak daun keladi tikus terbukti memotong rantai DNA sel kanker sehingga berbentuk menjadi nick circular (lingkaran semu). RIPs merupakan protein dengan aktivitas mampu memotong rantai DNA/RNA sehingga sel protein terhambat sehingga sel kanker gagal berkembang.

KHAIRUNNISA (J1C109060)

Azolla pinnata


Pengertian                            : Azolla adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung banyak terdapat di perairan yang tergenang terutama di sawah-sawah dan di kolam.
Anatomi                                    : Mempunyai permukaan daun yang lunak mudah berkembang dengan cepat dan hidup bersimbosis dengan Anabaena azollae yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara.
Morfologi                                  : Azolla pinnata merupakan tumbuhan kecil yang mengapung di air, terlihat berbentuk segitiga atau segiempat. Azolla berukuran 2-4 cm x 1 cm, dengan cabang, akar rhizoma dan daun terapung. Akar soliter, menggantung di air, berbulu, panjang 1-5 cm, dengan membentuk kelompok 3-6 rambut akar. Daun kecil, membentuk 2 barisan, menyirap bervariasi, duduk melekat, cuping dengan cuping dorsal berpegang di atas permukaan air dan cuping ventral mengapung. Kebanyakan berwarna hijau dan makin lama makin menguning.
Fisiologi                                    : Spesies Azolla pinnata memiliki kandungan protein yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak, unggas, dan ikan.Spesies Azolla pinnata dikenal mampu bersimbiosis dengan bakteri biru (Anabaena azollae) dan mengikat nitrogen langsung dari udara. Kemampuan Azolla pinnata tersebut memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang baik saat diolah maupun dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan pakan hewan ternak.
Ekologi            : Azolla pinnata ditemukan di daerah tropis asia (termasuk Asia Tenggara), Cina selatan dan timur, Jepang selatan, Australia utara dan di daerah tropis Afrika selatan (termasuk Madagaskar).

V. RANI WAHYUDI (J1C109027)

ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)


©       Pengertian
Eceng gondok atau enceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung.
©       Anatomi
Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Secara fisiologis eceng gondok dapat berperan secara tidak langsung dalam mengatasi bahan pencemar perairan karena dapat bertahan hidup dengan cara membentuk rumpun. Akar tumbuh subur dan lebat serta berwarna hitam dengan permukaan ungu. Oksigen hasil fotosintesis di daun dan tangkai daun ditransfer ke akar yang permukaannya luas serta air di sekitarnya. Ini membuat rizosfer menyediakan lingkungan mikro dengan kondisi yang kondusif bagi bakteri nitrit. Oleh karena itu aktivitas dekomposisi oleh bakteri jenis ini yaitu perubahan amoniak menjadi nitrat lebih meningkat (Fitter and Hay, l989).
©       Morfologi
Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif. Gambar 1 ini menunjukkan morfologi dari tumbuhan eceng gondok:


Eceng gondok merupakan tanaman yang berakar serabut dan tidak bercabang, mempunyai tudung akar yang mencolok. Akarnya memproduksi sejumlah besar akar lateral, yaitu 70 buah/cm. Akar menunjukkan variasi yang kecil dalam ketebalan, tetapi panjangnya bervariasi mulai dari 10 – 300 cm. Sistem perakaran eceng gondok pada umumnya lebih dari 50% dari seluruh biomassa tumbuhan, tetapi perakarannya kecil apabila tumbuh dalam lumpur. Tumbuhan yang tumbuh pada limbah domestik mencapai tinggi sampai 75 cm, tetapi sistem perakarannya pendek (Wakefield, 1962). Sumber lain menjelaskan bahwa eceng gondok yang tumbuh pada air yang kaya akan unsur hara mempunyai petiole (batang) yang panjangnya lebih dari 100 cm, tetapi akarnya pendek yaitu kurang dari 20 cm (Bagnall et al.,1974).
Eceng gondok memiliki lubang stomata yang besar, yaitu dua kali lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan tumbuhan lain dan jarak antar stomata adalah delapan kali besarnya lubang (Penfound dan Earle, 1948).
Kemampuan eceng gondok dalam penyerapan adalah karena adanya vakuola dalam struktur sel. Mekanisme penyerapan yang terjadi yaitu dengan adanya bahan-bahan yang diserap menyebabkan vakuola menggelembung, maka sitoplasma terdorong ke pinggiran sel sehingga protoplasma dekat dengan permukaan sel. Hal ini menyebabkan pertukaran atau penyerapan bahan antara sebuah sel dengan sekelilingnya menjadi lebih efisien.
©       Fisiologi
Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup ditanah asam dan tanha yang basah (Anonim, 1996). Kemapuan eceng gondok untuk melakukan proses-proses sebagai berikut:
1.        Transpirasi
Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalahmemerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan batangs sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi, sebagian menyerap melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kwantitas sinar matahari dan musim penanaman. Laju teraspirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga proses transpirasi akan besar dan beberapa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban,udara, cahaya dan angin (Anonim, 1996)
2.                  Fotosintesis
Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan CO2 dan H2O dan dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan glukosa dan oksigen dan senyawa-senyawa organik lain. Karbondioksida yang digunakan dalam proses ini beasal dari udara dan energi matahari (Sastroutomo, 1991).
3.        Respirasi
Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut dihasilkan melalui pembakaran senyawa-senyawa. Dalam respirasi molekul gula atau glukosa (C6H12O6) diubah menjadi zat-zat sedarhana yang disertai dengan pelepasan energi (Tjitrosomo, 1983)
©     Ekologi
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.
Populasi tanaman baru sering terbentuk dari satu tanaman, induk yang mempunyai akar,dan angin serta arus berkontribusi terhasap penyebaran tanaman ini. Eceng gondok bersaldari daerah tropis Amerika Selatan namun telah diadaptasikan dengan daerah panas didunia, meliputi Amerika Tengah, Amerika Utara (California dan negara bagian selatan), Afrika, India, Asia, dan Australia. Eceng gondok dapat ditemukan di Amerika Serikat bagian selatan, Virginia hinnga Florida Selatan, ke barat hingga Missouri, Texas, dan California.
©     Pemanfaatan
Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983). Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses ini.  Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang berkembangbiak dengan sangat cepat. Di balik dampak negatifnya yang merusak wilayah perairan, eceng gondok merupakan bahan yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pupuk organik dan sebagai bahan produksi bioetanol.

RITA MARIA (J1C108030)